CANDI KIDAL
oleh Yuzda Faiqotul Muna
16510101
Selain penuh obyek
wisata alam, Malang juga memiliki
destinasi wisata sejarah yang sayang untuk dilewatkan. Beberapa situs
peninggalan sejarah dapat kita temui di kota apel ini. Salah satunya adalah
Candi Kidal. Candi Kidal terletak di Desa Rejokidal, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, Jawa Timur tepatnya sekitar 20 km ke arah timur dari kota Malang. Situs purbakala ini bisa menjadi pilihan wisata yang
menyenangkan, terutama bagi Anda yang menyukai wisata budaya dan sejarah.
Candi Kidal berdiri
dengan kokoh di sebuah taman indah yang dikelilingi oleh pohon-pohon rindang.
Candi ini dapat dikatakan merupakan candi pemujaan yang paling tua di Jawa Timur,
karena pemerintahan Airlangga (11-12 M) dari Kerajaan Kahuripan dan raja-raja
Kerajaan Kediri (12-13 M) hanya meninggalkan Candi Belahan dan Jalatunda yang
merupakan petirtaan atau pemandian. Candi Kidal tinggi aslinya 17 meter
namun saat ini hanya berketinggian 12,5 meter dan luas 35 m2.
Candi ini dibangun pada tahun 1248 masehi, bertepatan
dengan berakhirnya upacara pemakaman Cradha untuk Raja Anusanatha (Anusapati),
pengganti Raja Rajasa Sang Amurwabhumi. Tujuan pembangunan candi ini adalah untuk
mendarmakan Raja Anusapati, agar sang raja dapat mendapat kemuliaan sebagai
Syiwa Mahadewa. Dibangun pada masa transisi dari zaman keemasan pemerintahan
kerajaan-kerajaan Jawa Tengah ke kerajaan-kerajaan Jawa Timur,
pada Candi Kidal dapat ditemui perpaduan
corak candi Jawa Tengah dan candi Jawa Timur.
Setiap
candi tentu memiliki kelebihan masing-masing. Candi Kidal memiliki beberapa
kelebihan menarik dibanding dengan candi-candi lainnya. Candi Kidal terbuat
dari batu andesit dan berdimensi geometris vertikal. Yang menarik, anak tangga
dibuat tipis-tipis, sehingga dari kejauhan tampak seperti bukan tangga masuk
yang sesungguhnya. Tangga batu ini tidak dilengkapi pipi tangga berbentuk ukel,
sebagaimana yang banyak dijumpai di candi lainnya, namun di kiri-kanan anak
tangga pertama terdapat badug (tembok rendah) berbentuk siku yang menutup sisi
samping dan sebagian sisi depan kaki tangga. Badug semacam ini tidak terdapat
di candi lain.
Badan candi lebih kecil dibandingkan luas kaki
serta atap candi sehingga memberi kesan ramping. Pada kaki dan tubuh candi
terdapat hiasan medallion serta sabuk melingkar menghiasi badan candi. Di
sekeliling halaman candi terdapat susunan batu yang berfungsi sebagai pagar.
Atap candi terdiri atas 3 tingkat yang semakin ke atas semakin kecil dengan
bagian paling atas memunyai permukaan cukup luas tanpa hiasan atap seperti
ratna (ciri khas candi Hindu) atau stupa (ciri khas candi Buddha).
Masing-masing tingkat disisakan ruang agak luas dan diberi hiasan. Konon tiap
pojok tingkatan atap tersebut dulu disungging dengan berlian kecil.
Pintu
candi menghadap ke barat, dilengkapi dengan bilik penampil dengan hiasan
kalamakara (kepala Kala) di atas ambangnya. Hiasan kepala kala yang nampak
menyeramkan dengan matanya melotot penuh, mulut terbuka serta 2 taring besar
dan bengkok, memberi kesan dominan. Adanya 2 taring tersebut juga merupakan
ciri khas candi Jawa Timur. Disudut kiri dan kanan terdapat
jari tangan dengan mudra (sikap) mengancam, sehingga sempurnalah kesan seram
yang patut dimiliki oleh makhkuk penjaga bangunan suci candi.
Di kiri dan kanan pintu terdapat relung kecil
tempat meletakkan arca yang dilengkapi dengan bentuk 'atap' di atasnya. Di atas
ambang relung-relung ini juga terdapat hiasan kalamakara. Di kiri dan kanan
pangkal tangga serta di setiap sudut yang menonjol ke luar terdapat patung
binatang yang terlihat mirip singa dalam posisi duduk seperti manusia dengan
satu tangan terangkat ke atas. Patung-patung ini terlihat seperti sedang
menyangga pelipit atas kaki candi yang menonjol keluar. Tidak satupun arca yang
masih bisa didapati di Candi Kidal. Konon arca Syiwa yang indah,
yang saat ini tersimpan di museum Leiden, dahulu berasal dari Candi Kidal.
Dalam kesusasteraan Jawa kuno, terdapat cerita
populer dikalangan rakyat yaitu Garudeya. Kisah garuda yang terukir cantik di
situs bersejarah ini diambil dari salah satu serat Jawa Kuno mengenai
Garudheya. Masyarakat Jawa Kuno khususnya yang mendapat pengaruh Hinduisme
meyakini dan percaya pada cerita ini. Mitos Garudheya mengisahkan perjuangan
seekor garuda yang berhasil membebaskan ibunya dari perbudakan dengan tebusan
air suci amerta (air kehidupan).
Garudheya pada Candi Kidal dipahatkan
dalam 3 relief, masing-masing terletak pada bagian tengah sisi-sisi kaki
candi–kecuali pintu masuk. Pembacaannya dengan cara prasawiya (berjalan
berlawanan arah jarum jam) dimulai dari sisi sebelah selatan atau sisi sebelah
kanan tangga masuk candi. Relief pertama menggambarkan seekor garuda
menggendong 3 ekor ular besar, relief kedua melukiskan seekor garuda dengan
kendi diatas kepalanya, dan relief ketiga garuda menggendong seorang wanita. Di
antara ketiga relief tersebut, yang tampak masih utuh dan paling indah adalah
relief kedua.
Nama Candi Kidal sendiri diambil dari
keunikan relief yang terdapat di makam Raja Anusapati ini. Dalam bahasa Jawa
Kuno ‘kidal’ berarti kiri. Tidak seperti candi pada umumnya yang mengukir
hiasan searah jarum jam atau berputar ke kanan, di Candi Kidal relief
diukir sebaliknya ke arah kiri. Untuk menuju Candi Kidal dapat ditempuh dengan
menggunakan kendaraan pribadi baik roda dua maupun roda empat. Anda tinggal
menuju daerah Tumpang dan mengikuti petunjuk jalan yang ada. Bisa pula
menggunakan angkutan umum, namun Anda harus menyewa angkutan tersebut supaya
bersedia mengantar Anda menuju lokasi candi. Obyek wisata ini buka mulai pukul
07.00-17.00 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar